Genjer (Limnocharis Flava) |
Kawan-kawan yang pernah mengalami kehidupan di masa rezim Orde Baru
pimpinan Presiden Soeharto, atau setidaknya sudah merasakan masa kecil
di era pemerintahan junta militer diktatoris tersebut, serta telah
menonton sebuah film legendaris "Pengkhianatan G-30-S/PKI", seharusnya mengenal juga sebuah lagu berjudul "Genjer-Genjer". Ya, lagu "Genjer-Genjer" sangat berkaitan dengan film "Pengkhianatan G-30-S/PKI". Singkatnya, dalam film yang termasuk propaganda rezim Orde Baru tersebut
diceritakan kisah penculikan, pembunuhan, dan pembantaian para jenderal
perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang dilakukan secara sadis oleh
pasukan Cakrabirawa yang termasuk dalam keanggotaan PKI (Partai Komunis
Indonesia). Jenderal-jenderal yang diculik dan dibantai secara tidak
manusiawi oleh komplotan PKI tersebut konon karena dituding telah
membentuk "Dewan Jenderal" yang bertujuan mengkudeta pemerintahan
Presiden Soekarno, yang pada akhirnya akan mengakibatkan bubarnya Partai
Komunis Indonesia. Sebelum 'Dewan Jenderal' melaksanakan 'rencana'
tersebut yang diklaim bakal terjadi pada peringatan HUT ABRI ke-20
tanggal 5 Oktober 1965, maka PKI mengambil 'aksi pendahuluan' dengan
cara menculik para jenderal yang diduga terlibat untuk dihadapkan kepada
Bung Karno pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, dimana koordinasinya
difinalisasi pada tanggal 30 September 1965 malam. Namun, yang terjadi
adalah bukannya dihadapkan kepada Presiden Soekarno, para jenderal
tersebut justru dibunuh dan dibantai secara sadis di sebuah tempat di
kawasan Lubang Buaya, berdekatan dengan Lapangan Terbang Halim
Perdanakusuma, Jakarta Timur. Presiden Soekarno sendiri ternyata
terbukti sama sekali tidak mengetahui tentang adanya isu 'Dewan
Jenderal' maupun rencana busuk Gerakan 30 September 1965 yang digagas
oleh Komandan Pasukan Cakrabirawa Letkol. Untung Syamsuri, salah satu
loyalisnya sendiri yang sangat setia.
Kembali lagi ke topik utama. Dalam film "Pengkhianatan G-30-S/PKI"
tersebut digambarkan bahwa 'prosesi' penyiksaan para jenderal perwira
tinggi TNI Angkatan Darat yang dilakukan oleh para petinggi PKI dan para
pemimpin organisasi massa onderbouw PKI tersebut 'diiringi' oleh
dendangan lagu "Genjer-Genjer" yang dinyanyikan oleh ibu-ibu anggota
Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia), salah satu ormas onderbouw
PKI. Tidak hanya oleh ibu-ibu anggota Gerwani, lagu "Genjer-Genjer"
dalam ilustrasi film tersebut juga konon dinyanyikan bersama-sama oleh
para pasukan militan PKI dan sebagian masyarakat sipil yang menjadi
simpatisan PKI sambil berjoget dan menari.
Sejarah Lagu "Genjer-Genjer"
Sejarah mencatat bahwa lagu "Genjer-Genjer" diciptakan oleh seorang seniman dari Kota Banyuwangi bernama Muhammad Arief. Menurut beberapa tokoh praktisi seni dan budaya Banyuwangi yang juga merupakan kawan sejawat alm. Muhammad Arief, lagu "Genjer-Genjer" diciptakan sebagai gambaran keadaan rakyat Banyuwangi pada masa penjajahan Jepang. Saat itu, Bayuwangi sejak zaman Kerajaan Majapahit terkenal sebagai salah satu lumbung pangan di Pulau Jawa yang tidak pernah mengalami paceklik atau kekurangan bahan makanan. Hasil bumi 'Tanah Blambangan' (Banyuwangi --> "Blambangan" berasal dari kata 'Balumbung' alias 'lumbung pangan', yang kini meliputi lima kabupaten di Jawa Timur, yaitu Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi) selalu mampu mencukupi kebutuhan masyarakatnya. Bahkan, hampir tiap masa panen selalu dikirim dan dipasarkan ke daerah lain. Nah, keadaan itu berubah sejak kedatangan Jepang di 'Bumi Blambangan'.
Pada masa pendudukan Jepang, banyak warga Banyuwangi yang sedang memasuki usia produktif, terutama kaum laki-lakinya, ditangkap dan dijadikan sebagai pekerja paksa (romusha). Mereka dikirim ke seantero Nusantara, bahkan sampai ke daerah Indocina (Thailand, Kamboja, Vietnam, Burma, dan Laos). Mereka dipekerjakan di kamp-kamp militer Jepang yang sedang berperang melawan Sekutu. Keadaan ini mengakibatkan lahan pertanian di Banyuwangi terbengkalai dan tak terurus. Hasil panen yang melimpah pun turun drastis. Jangankan untuk dikirim ke luar daerah, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Banyuwangi saja tidak mencukupi. Banyak warga yang mengalami kelaparan dan meninggal dunia.
Muhammad Arief yang saat peristiwa itu tidak ikut ditangkap oleh pihak Jepang, kemudian menciptakan lagu "Genjer-Genjer" karena terinspirasi dari masakan sang istri, Sayekti. Dikarenakan tidak adanya sayur-mayur dan lauk-pauk, Sayekti lalu mengolah tanaman genjer untuk dijadikan sebagai sayuran. Olahan genjer yang dimasak menjadi oseng-oseng atau tumis ternyata menggugah selera makan Muhammad Arief. Masakan itu terasa enak dan sejak saat itu sangat disukai oleh Arief maupun warga sekitar.
Genjer adalah sejenis gulma yang biasa hidup di antara tanaman padi di sawah. Awalnya, genjer yang memiliki nama latin limnocharis flava oleh masyarakat Banyuwangi hanya digunakan untuk akanan ayam, bebek, atau bahkan babi. Atas kejadian itulah maka Muhammad Arief menciptakan lagu "Genjer-Genjer" sebagai bentuk sindiran terhadap penjajah Jepang. Menurut Suripan Sadi Hutomo, karya Muhammad Arief sesuai dengan fungsi Sastra Lisan, yaitu sebagai kritik sosial, sindiran terhadap penguasa, dan alat perjuangan. Diyakini, lagu "Genjer-Genjer" diciptakan oleh Muhammad Arief pada sekitar tahun 1942 atau 1943.
Menurut H. Adang C. Y. dan Hasnan Singodimayan, dua sahabat karib alm. Muhammad Arief, lagu "Genjer-Genjer" diciptakan karena terilhami oleh lagu mainan yang saat itu sudah melegenda di Banyuwangi, yakni "Tong Ala Gentong Ali-Ali Moto Ijo". Oleh Muhammad Arief, syair lagu tersebut diperbarui hingga jadilah lagu "Genjer-Genjer". Berikut ini syair asli lagu "Genjer-Genjer" berdasarkan buku catatan Muhammad Arief yang ditunjukkan oleh Sinar Syamsi, putra tunggal almarhum.
Syair Asli Lagu "Genjer-Genjer" Berbahasa Jawa:
Genjer-genjer nong kedo'an pathing keleler
Genjer-genjer nong kedo'an pathing keleler
Emake thole teko-teko mbubuti genjer
Emake thole teko-teko mbubuti genjer
Oleh sa'tenong mungkur sedot sing doleh-doleh
Genjer-genjer saiki wis digowo mulih
Genjer-genjer isuk-isuk didhol neng pasar
Genjer-genjer isuk-isuk didhol neng pasar
Dijejer-jejer diunthingi podo didasar
Dijejer-jejer diunthingi podo didasar
Emake jebeng podo tuku gowo welasar
Genjer-genjer saiki wis arep diolah
Terjemahan Bahasa Indonesia:
Genjer-genjer berhamparan di persawahan
Genjer-genjer berhamparan di persawahan
Ibunya anak-anak datang mencabuti genjer
Ibunya anak-anak datang mencabuti genjer
Dapat sebakul dipilih yang muda-muda
Genjer-genjer sekarang sudah dibawa pulang
Genjer-genjer pagi-pagi dibawa ke pasar
Genjer-genjer pagi-pagi dibawa ke pasar
Ditata berjajar diikat dijajakan
Ditata berjajar diikat dijajakan
Ibuku beli genjer dimasukkan dalam tas
Genjer-genjer sekarang siap dimasak
Popularitas Lagu "Genjer-Genjer"
Setelah Indonesia merdeka, lagu "Genjer-Genjer" menjadi sangat populer setelah sering dinyanyikan oleh banyak artis dan disiarkan di berbagai radio seantero negeri. Dua penyanyi yang paling termasyhur dalam membawakan lagu "Genjer-Genjer" adalah Lilis Suryani dan Bing Slamet.
Setelah kemerdekaan Indonesia, lagu "Genjer-genjer" menjadi sangat populer setelah banyak dibawakan penyanyi-penyanyi dan disiarkan di radio Indonesia. Penyanyi yang paling dikenal dalam membawakan lagu ini adalah Lilis Suryani dan Bing Slamet. Sangking terkenalnya bahkan kemudian muncul pengakuan dari Jawa Tengah, bahwa lagu Genjer-Genjer ciptaan Ki Narto Sabdo seorang dalang kondang. Dalam sebuah tulisannya Hersri Setiawan, memberikan penjelasan tentang asal-muasal hingga lagu Genjer-Genjer menjadi terkenal.
Propaganda PKI Melalui Lagu "Genjer-Genjer"
Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966), Partai Komunis Indonesia (PKI) melancarkan kampanye besar-besaran untuk meningkatkan popularitas. Lagu "Genjer-Genjer" yang menggambarkan penderitaan warga desa, dijadikan sebagai salah satu lagu propaganda oleh PKI dan dinyanyikan dalam berbagai kesempatan. Akibatnya, orang-orang mulai mengasosiasikan lagu ini sebagai 'lagu PKI'.
Hal tersebut tak lepas dari andil salah satu petinggi PKI dan LEKRA (Lembaga Kesenian Rakyat - onderbouw PKI) bernama Njoto. Pada tahun 1962, Njoto yang sedang dalam perjalanan menuju Bali mampir dan singgah di Banyuwangi. Saat itu, lagu "Genjer-Genjer" ditampilkan oleh seniman Banuwangi untuk menghibur Njoto. Njoto yang memang bernaluri seni cukup baik segera mencium gelagat bahwa lagu "Genjer-Genjer" akan menjadi booming di zamannya. Benar saja, tak lama kemudian lagu "Genjer-Genjer" lalu menjadi semacam 'lagu wajib' bagi TVRI dan RRI yang semakin rajin menyiarkannya.
Seusai kunjungan Njoto di tahun 1962 itu, hubungan antara para aktivis Lekra dan para seniman Banyuwangi semakin mesra. Kemudian, Njoto meminta Muhammad Arief untuk membuatkan beberapa lagu yang bernafaskan PKI, seperti "Ganefo", "Satu Mei", "Mars Lekra", "Harian Rakyat", dan "Proklamasi". Sebagai mantan tentara dan pegiat seni, Muhammad Arief akhirnya diberi jabatan sebagai anggota DPRD Banyuwangi mewakili PKI.
Pasca meletusnya tragedi 30 September 1965, menurut Sinar Syamsi (putra tunggal Muhammad Arief) yang saat itu berusia 11 tahun terjadi demonstrasi besar-besaran di alun-alun Banyuwangi. Demonstrasi tersebut digawangi oleh berbagai organisasi massa yang menuntut pembubaran PKI dan pengadilan terhadap para kader maupun aktivisnya. Muhammad Arief yang merasa terancam akhirnya melarikan diri hingga akhirnya tertangkap oleh CPM (Corps Polisi Militer) di Malang, Jawa Timur.
Sejak peristiwa penangkapan itu, kabar berita tentang Muhammad Arief yang konon awalnya bernama Syamsul Muarif pun hilang bagai ditelan bumi. Hingga kini, kabar keberadaan beliau pun tidak pernah terungkap. Jika dia masih hidup, tidak diketahui keberadaannya di mana. Kalaupun sudah meninggal dunia, makamnya pun tidak pernah diketahui lokasinya.
Adapun Sayekti selaku istri Muhammad Arief sekaligus salah satu tokoh yang menginspirasi terciptanya lagu "Genjer-Genjer", ternyata memilih tetap tinggal di Banyuwangi. Karena stigma negatif sebagai keluarga PKI dan sempat mendapatkan stempel "ET" (Eks Tapol) dalam KTP-nya, Sayekti sempat mengalami stres sebelum akhirnya meninggal dunia pada tanggal 26 Januari 2007 silam.
Pelarangan Lagu "Genjer-Genjer" Oleh Rezim Orde Baru
Meletusnya tragedi berdarah nasional dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang dipropagandakan dengan singkatan "G-30-S/PKI" oleh rezim Orde Baru membuat pemerintahan junta militer yang sangat anti-komunisme tersebut memutuskan larangan penyebarluasan lagu "Genjer-Genjer". Menurut versi Pusat Sejarah Tentara Nasional Indonesia (Pusjarah TNI), para anggota Gerwani dan Pemuda Rakyat menyanyikan lagu ini ketika para jenderal yang diculik sedang diinterogasi dan disiksa.
Download Lagu "Genjer-Genjer"
Bagi teman-teman yang ingin men-download lagu "Genjer-Genjer", silakan klik link-link berikut ini. Ada dua penyanyi yang membawakan lagu "Genjer-Genjer" dalam link download di bawah ini, yaitu Bing Slamet dan Lilis Suryani. Selamat men-download. :)
DOWNLOAD MP3 - Bing Slamet - Genjer-Genjer
DOWNLOAD MP3 - Lilis Suryani - Genjer-Genjer
Sejarah Lagu "Genjer-Genjer"
Sejarah mencatat bahwa lagu "Genjer-Genjer" diciptakan oleh seorang seniman dari Kota Banyuwangi bernama Muhammad Arief. Menurut beberapa tokoh praktisi seni dan budaya Banyuwangi yang juga merupakan kawan sejawat alm. Muhammad Arief, lagu "Genjer-Genjer" diciptakan sebagai gambaran keadaan rakyat Banyuwangi pada masa penjajahan Jepang. Saat itu, Bayuwangi sejak zaman Kerajaan Majapahit terkenal sebagai salah satu lumbung pangan di Pulau Jawa yang tidak pernah mengalami paceklik atau kekurangan bahan makanan. Hasil bumi 'Tanah Blambangan' (Banyuwangi --> "Blambangan" berasal dari kata 'Balumbung' alias 'lumbung pangan', yang kini meliputi lima kabupaten di Jawa Timur, yaitu Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi) selalu mampu mencukupi kebutuhan masyarakatnya. Bahkan, hampir tiap masa panen selalu dikirim dan dipasarkan ke daerah lain. Nah, keadaan itu berubah sejak kedatangan Jepang di 'Bumi Blambangan'.
Berbagai Foto Muhammad Arief - Pencipta Lagu "Genjer-Genjer" |
Pada masa pendudukan Jepang, banyak warga Banyuwangi yang sedang memasuki usia produktif, terutama kaum laki-lakinya, ditangkap dan dijadikan sebagai pekerja paksa (romusha). Mereka dikirim ke seantero Nusantara, bahkan sampai ke daerah Indocina (Thailand, Kamboja, Vietnam, Burma, dan Laos). Mereka dipekerjakan di kamp-kamp militer Jepang yang sedang berperang melawan Sekutu. Keadaan ini mengakibatkan lahan pertanian di Banyuwangi terbengkalai dan tak terurus. Hasil panen yang melimpah pun turun drastis. Jangankan untuk dikirim ke luar daerah, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Banyuwangi saja tidak mencukupi. Banyak warga yang mengalami kelaparan dan meninggal dunia.
Muhammad Arief yang saat peristiwa itu tidak ikut ditangkap oleh pihak Jepang, kemudian menciptakan lagu "Genjer-Genjer" karena terinspirasi dari masakan sang istri, Sayekti. Dikarenakan tidak adanya sayur-mayur dan lauk-pauk, Sayekti lalu mengolah tanaman genjer untuk dijadikan sebagai sayuran. Olahan genjer yang dimasak menjadi oseng-oseng atau tumis ternyata menggugah selera makan Muhammad Arief. Masakan itu terasa enak dan sejak saat itu sangat disukai oleh Arief maupun warga sekitar.
Genjer adalah sejenis gulma yang biasa hidup di antara tanaman padi di sawah. Awalnya, genjer yang memiliki nama latin limnocharis flava oleh masyarakat Banyuwangi hanya digunakan untuk akanan ayam, bebek, atau bahkan babi. Atas kejadian itulah maka Muhammad Arief menciptakan lagu "Genjer-Genjer" sebagai bentuk sindiran terhadap penjajah Jepang. Menurut Suripan Sadi Hutomo, karya Muhammad Arief sesuai dengan fungsi Sastra Lisan, yaitu sebagai kritik sosial, sindiran terhadap penguasa, dan alat perjuangan. Diyakini, lagu "Genjer-Genjer" diciptakan oleh Muhammad Arief pada sekitar tahun 1942 atau 1943.
Menurut H. Adang C. Y. dan Hasnan Singodimayan, dua sahabat karib alm. Muhammad Arief, lagu "Genjer-Genjer" diciptakan karena terilhami oleh lagu mainan yang saat itu sudah melegenda di Banyuwangi, yakni "Tong Ala Gentong Ali-Ali Moto Ijo". Oleh Muhammad Arief, syair lagu tersebut diperbarui hingga jadilah lagu "Genjer-Genjer". Berikut ini syair asli lagu "Genjer-Genjer" berdasarkan buku catatan Muhammad Arief yang ditunjukkan oleh Sinar Syamsi, putra tunggal almarhum.
Syair Asli Lagu "Genjer-Genjer" Berbahasa Jawa:
Genjer-genjer nong kedo'an pathing keleler
Genjer-genjer nong kedo'an pathing keleler
Emake thole teko-teko mbubuti genjer
Emake thole teko-teko mbubuti genjer
Oleh sa'tenong mungkur sedot sing doleh-doleh
Genjer-genjer saiki wis digowo mulih
Genjer-genjer isuk-isuk didhol neng pasar
Genjer-genjer isuk-isuk didhol neng pasar
Dijejer-jejer diunthingi podo didasar
Dijejer-jejer diunthingi podo didasar
Emake jebeng podo tuku gowo welasar
Genjer-genjer saiki wis arep diolah
Terjemahan Bahasa Indonesia:
Genjer-genjer berhamparan di persawahan
Genjer-genjer berhamparan di persawahan
Ibunya anak-anak datang mencabuti genjer
Ibunya anak-anak datang mencabuti genjer
Dapat sebakul dipilih yang muda-muda
Genjer-genjer sekarang sudah dibawa pulang
Genjer-genjer pagi-pagi dibawa ke pasar
Genjer-genjer pagi-pagi dibawa ke pasar
Ditata berjajar diikat dijajakan
Ditata berjajar diikat dijajakan
Ibuku beli genjer dimasukkan dalam tas
Genjer-genjer sekarang siap dimasak
Popularitas Lagu "Genjer-Genjer"
Setelah Indonesia merdeka, lagu "Genjer-Genjer" menjadi sangat populer setelah sering dinyanyikan oleh banyak artis dan disiarkan di berbagai radio seantero negeri. Dua penyanyi yang paling termasyhur dalam membawakan lagu "Genjer-Genjer" adalah Lilis Suryani dan Bing Slamet.
Bing Slamet (Kiri) dan Lilis Suryani (Kanan) |
Setelah kemerdekaan Indonesia, lagu "Genjer-genjer" menjadi sangat populer setelah banyak dibawakan penyanyi-penyanyi dan disiarkan di radio Indonesia. Penyanyi yang paling dikenal dalam membawakan lagu ini adalah Lilis Suryani dan Bing Slamet. Sangking terkenalnya bahkan kemudian muncul pengakuan dari Jawa Tengah, bahwa lagu Genjer-Genjer ciptaan Ki Narto Sabdo seorang dalang kondang. Dalam sebuah tulisannya Hersri Setiawan, memberikan penjelasan tentang asal-muasal hingga lagu Genjer-Genjer menjadi terkenal.
Propaganda PKI Melalui Lagu "Genjer-Genjer"
Njoto - Petinggi PKI dan LEKRA |
Hal tersebut tak lepas dari andil salah satu petinggi PKI dan LEKRA (Lembaga Kesenian Rakyat - onderbouw PKI) bernama Njoto. Pada tahun 1962, Njoto yang sedang dalam perjalanan menuju Bali mampir dan singgah di Banyuwangi. Saat itu, lagu "Genjer-Genjer" ditampilkan oleh seniman Banuwangi untuk menghibur Njoto. Njoto yang memang bernaluri seni cukup baik segera mencium gelagat bahwa lagu "Genjer-Genjer" akan menjadi booming di zamannya. Benar saja, tak lama kemudian lagu "Genjer-Genjer" lalu menjadi semacam 'lagu wajib' bagi TVRI dan RRI yang semakin rajin menyiarkannya.
Seusai kunjungan Njoto di tahun 1962 itu, hubungan antara para aktivis Lekra dan para seniman Banyuwangi semakin mesra. Kemudian, Njoto meminta Muhammad Arief untuk membuatkan beberapa lagu yang bernafaskan PKI, seperti "Ganefo", "Satu Mei", "Mars Lekra", "Harian Rakyat", dan "Proklamasi". Sebagai mantan tentara dan pegiat seni, Muhammad Arief akhirnya diberi jabatan sebagai anggota DPRD Banyuwangi mewakili PKI.
Pasca meletusnya tragedi 30 September 1965, menurut Sinar Syamsi (putra tunggal Muhammad Arief) yang saat itu berusia 11 tahun terjadi demonstrasi besar-besaran di alun-alun Banyuwangi. Demonstrasi tersebut digawangi oleh berbagai organisasi massa yang menuntut pembubaran PKI dan pengadilan terhadap para kader maupun aktivisnya. Muhammad Arief yang merasa terancam akhirnya melarikan diri hingga akhirnya tertangkap oleh CPM (Corps Polisi Militer) di Malang, Jawa Timur.
Sejak peristiwa penangkapan itu, kabar berita tentang Muhammad Arief yang konon awalnya bernama Syamsul Muarif pun hilang bagai ditelan bumi. Hingga kini, kabar keberadaan beliau pun tidak pernah terungkap. Jika dia masih hidup, tidak diketahui keberadaannya di mana. Kalaupun sudah meninggal dunia, makamnya pun tidak pernah diketahui lokasinya.
Adapun Sayekti selaku istri Muhammad Arief sekaligus salah satu tokoh yang menginspirasi terciptanya lagu "Genjer-Genjer", ternyata memilih tetap tinggal di Banyuwangi. Karena stigma negatif sebagai keluarga PKI dan sempat mendapatkan stempel "ET" (Eks Tapol) dalam KTP-nya, Sayekti sempat mengalami stres sebelum akhirnya meninggal dunia pada tanggal 26 Januari 2007 silam.
Pelarangan Lagu "Genjer-Genjer" Oleh Rezim Orde Baru
Meletusnya tragedi berdarah nasional dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang dipropagandakan dengan singkatan "G-30-S/PKI" oleh rezim Orde Baru membuat pemerintahan junta militer yang sangat anti-komunisme tersebut memutuskan larangan penyebarluasan lagu "Genjer-Genjer". Menurut versi Pusat Sejarah Tentara Nasional Indonesia (Pusjarah TNI), para anggota Gerwani dan Pemuda Rakyat menyanyikan lagu ini ketika para jenderal yang diculik sedang diinterogasi dan disiksa.
Download Lagu "Genjer-Genjer"
Bagi teman-teman yang ingin men-download lagu "Genjer-Genjer", silakan klik link-link berikut ini. Ada dua penyanyi yang membawakan lagu "Genjer-Genjer" dalam link download di bawah ini, yaitu Bing Slamet dan Lilis Suryani. Selamat men-download. :)
DOWNLOAD MP3 - Bing Slamet - Genjer-Genjer
DOWNLOAD MP3 - Lilis Suryani - Genjer-Genjer
Sumber Referensi:
1. Pelurusan Sejarah Lagu Genjer-Genjer di Kompasiana
2. Lagu "Genjer-Genjer" di Wikipedia Bahasa Indonesia
3. Tanaman Genjer di Wikipedia Bahasa Indonesia
~Putra Raja Halilintar~
Indra Setyo Rahadhi, S.S..
1. Pelurusan Sejarah Lagu Genjer-Genjer di Kompasiana
2. Lagu "Genjer-Genjer" di Wikipedia Bahasa Indonesia
3. Tanaman Genjer di Wikipedia Bahasa Indonesia
~Putra Raja Halilintar~
Indra Setyo Rahadhi, S.S..